Bisakah asumsi menjadi penyebab kegagalan wirausaha?

Kita percaya bahwa asumsi dapat menjadi ancaman bagi bisnis atau pengusaha yang kita jalankan. Namun, terkadang kita tidak menyadari bahwa kita memiliki pemikiran yang mengarah pada asumsi. Kesibukan tanpa henti yang kita hadapi sebagai pebisnis membuat kita sedikit melupakan hal-hal di sekitar kita. Selain itu, kita juga tidak akan tertarik mendengarkan apa pun yang tidak menarik minat kita. Akibatnya, ketika kita harus menilai sesuatu, seringkali kita menilainya hanya dengan asumsi modal.

Pola pikir ini berisiko menciptakan pola ketidaktahuan yang disengaja. Pada artikel ini, kita akan membahas 4 peristiwa yang membuktikan bahwa asumsi adalah penyebab kegagalan wirausaha. Kita telah merangkum beberapa acara ini berdasarkan situs web pengusaha. Mari kita simak penjelasan berikut.

Asumsi Pertama: Bisnis Saya Terbaik.

Hampir semua pengusaha dan pelaku bisnis akan merasa bahwa produk dan jasa yang mereka miliki adalah yang terbaik dibandingkan dengan produk pesaing lainnya. Ini adalah hal yang wajar, tetapi pertanyaannya adalah “apakah asumsi ini baik untuk pengusaha kita?”

Jika kita merasa bahwa bisnis kita adalah yang terbaik dan sempurna, ini menandakan bahwa tidak ada yang perlu diperbaiki dari bisnis kita. Padahal tidak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk bisnis kita.

Asumsi seperti ini memang akan menciptakan perspektif yang aman bagi kita, namun semakin kita merasa nyaman, semakin banyak pula pesaing yang akan menggunakan kondisi ini untuk menyaingi bisnis kita. Kita bisa merasa lebih unggul dari pesaing lainnya. Namun, perlahan tapi pasti, para pesaing melakukan inovasi mereka dan membuat diri mereka lebih maju dari bisnis kita. Hasil? bisnis kita hanya lebih unggul dari diri kita sendiri, bukan di mata orang lain, terutama pelanggan.

Asumsi Kedua: Bisnis Saya Paling Terkenal di Bidangnya.

Ketika kita mendirikan bisnis, kita sering merasa terlalu percaya diri bahwa semua orang di sekitar kita mengenal bisnis kita dengan baik. Padahal, orang-orang di sekitar kita mungkin tidak menyadari bisnis yang kita miliki. Misalnya, di awal perjalanan bisnis, saya berasumsi bahwa kedai kopi yang saya bangun adalah kedai kopi paling terkenal di kompleks itu . Ketika saya bertemu dan berkenalan dengan salah satu pemilik toko lain, saya mencoba memperkenalkan bisnis saya, tetapi dengan nada yang agak arogan.

Ya, bagaimana tidak? Saat itu, saya berasumsi bahwa semua orang di kompleks itu pasti sudah sangat mengenal kedai kopi saya. Saya terkejut ketika orang itu berkata, “kedai kopi yang mana? Apakah ada kedai kopi di sekitar sini atau tidak? ” Tiba-tiba aku merasa kaget dan sedih, dari sana saya menyadari bahwa tidak semua orang telah melihat kehadiran kedai kopi saya.

Ternyata anggapan bahwa kewirausahaan kita sudah terkenal itu salah. Terus bergerak maju untuk mempromosikan bisnis kita adalah solusi yang tepat untuk masalah ini. Jangan mudah merasa puas dan sombong sebelum orang lain menyadari bisnis kita terlebih dahulu.

Asumsi Ketiga: Semua Karyawan di Bisnis Saya Harus Membuat Pengorbanan Sama Dengan Saya.

Asumsi ketiga ini sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis kita secara internal. Memang benar ketika menjadi pemilik bisnis, visi dan misi bisnis kita akan benar-benar menjadi tujuan hidup yang selalu kita pegang teguh. Namun, bukan berarti kita harus memaksa karyawan kita untuk melakukan hal yang sama.

Kita tidak dapat memaksa karyawan untuk memiliki tingkat akuntabilitas yang sama dengan kita. Apa pun itu, kita adalah pemilik bisnis yang kita dirikan. Sedangkan mereka adalah orang-orang yang membantu kita dalam menjalankan visi dan misi bisnis kita. Namun, kita tidak bisa memaksa mereka untuk melakukan pengorbanan yang setara dengan apa yang kita berikan.

Daripada terus-menerus mencoba mengaitkan visi bisnis kita dengan visi pribadi mereka, lebih baik kita menyelaraskan tujuan bersama yang membuat mereka merasa nyaman untuk maju dengan bisnis kita.

Asumsi Empat: Bisnis Saya Telah Melayani Semua Orang.

Kesalahan asumsi keempat adalah kita berasumsi bahwa kita telah melayani semua orang melalui bisnis kita. Kita selalu berusaha menjadi bisnis yang berarti bagi semua orang. Semakin banyak kita mencari pelanggan yang tidak berhubungan dengan bisnis kita, semakin banyak pula keluhan dan kritik yang akan kita terima dari pelanggan.

Bisnis yang baik adalah bisnis yang spesifik. Dengan menjadi bisnis yang spesifik, target pelanggan kita juga akan lebih spesifik, sehingga kita bisa menjadi penjual yang ahli di bidang yang kita pilih. Hasil lainnya? Tentunya bisnis yang spesifik akan memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan bisnis yang terlalu umum.