Pengertian, Pendiri, dan Contoh Teori Konflik: Apa itu Teori Konflik?,Memahami Teori Konflik

Pengertian Teori Konflik?

Teori konflik, yang pertama kali dikembangkan oleh Karl Marx, adalah teori bahwa masyarakat berada dalam keadaan konflik terus-menerus karena persaingan memperebutkan sumber daya yang terbatas. Teori konflik berpendapat bahwa tatanan sosial dipertahankan oleh dominasi dan kekuasaan, bukan oleh konsensus dan konformitas.

Menurut teori konflik, mereka yang memiliki kekayaan dan kekuasaan berusaha mempertahankannya dengan segala cara, terutama dengan menindas orang miskin dan tak berdaya. Premis dasar teori konflik adalah bahwa individu dan kelompok dalam masyarakat akan bekerja untuk mencoba memaksimalkan kekayaan dan kekuasaan mereka sendiri.

Ringkasan:

  • Teori konflik berfokus pada persaingan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat atas sumber daya yang terbatas.
  • Teori konflik memandang institusi sosial dan ekonomi sebagai alat perjuangan antar kelompok atau kelas, yang digunakan untuk mempertahankan ketimpangan dan dominasi kelas penguasa.
  • Teori konflik Marxis melihat masyarakat terbagi menurut garis kelas ekonomi antara kelas pekerja proletar dan kelas penguasa borjuis.
  • Versi selanjutnya dari teori konflik melihat dimensi lain dari konflik di antara faksi kapitalis dan di antara berbagai jenis kelompok sosial, agama, dan lainnya.

1:23

Teori Konflik

Memahami Teori Konflik

Teori konflik telah berusaha untuk menjelaskan berbagai fenomena sosial, termasuk perang, revolusi, kemiskinan, diskriminasi, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ini menganggap sebagian besar perkembangan mendasar dalam sejarah manusia, seperti demokrasi dan hak-hak sipil, sebagai upaya kapitalistik untuk mengontrol massa (berlawanan dengan keinginan untuk tatanan sosial).

Prinsip utama teori konflik adalah konsep ketidaksetaraan sosial, pembagian sumber daya, dan konflik yang ada di antara kelas sosial ekonomi yang berbeda. Prinsip utama teori konflik dapat menjelaskan banyak jenis konflik masyarakat sepanjang sejarah.

Beberapa ahli teori percaya, seperti yang dilakukan Marx, bahwa konflik sosial adalah kekuatan yang pada akhirnya mendorong perubahan dan perkembangan dalam masyarakat. Teori konflik versi Marx berfokus pada konflik antara dua kelas utama.

Setiap kelas terdiri dari sekelompok orang yang terikat oleh kepentingan bersama dan tingkat kepemilikan properti tertentu. Marx berteori tentang borjuasi, sebuah kelompok yang mewakili anggota masyarakat yang memegang mayoritas kekayaan dan sarana.

Proletariat adalah kelompok lain: Ini termasuk mereka yang dianggap kelas pekerja atau miskin. Dengan bangkitnya kapitalisme, Marx berteori bahwa borjuasi, minoritas dalam populasi, akan menggunakan pengaruhnya untuk menindas proletariat, kelas mayoritas.

Cara berpikir ini terkait dengan gambaran umum yang diasosiasikan dengan model masyarakat berbasis teori konflik; penganut filosofi ini cenderung percaya pada susunan piramida dalam hal bagaimana barang dan jasa didistribusikan di masyarakat. Di puncak piramida adalah sekelompok kecil elit yang mendikte syarat dan ketentuan untuk sebagian besar masyarakat karena mereka memiliki kontrol yang sangat besar atas sumber daya dan kekuasaan.

Distribusi yang tidak merata dalam masyarakat diperkirakan akan dipertahankan melalui paksaan ideologis; borjuasi akan memaksa penerimaan kondisi saat ini oleh proletariat. Teori konflik mengasumsikan bahwa elit akan mengatur sistem hukum, tradisi, dan struktur masyarakat lainnya untuk lebih mendukung dominasi mereka sendiri sambil mencegah orang lain bergabung dengan barisan mereka.

Marx berteori bahwa, ketika kelas pekerja dan orang miskin menjadi sasaran kondisi yang memburuk, kesadaran kolektif akan meningkatkan kesadaran tentang ketidaksetaraan, dan ini berpotensi mengakibatkan pemberontakan. Jika, setelah pemberontakan, kondisi disesuaikan untuk kepentingan proletariat, lingkaran konflik pada akhirnya akan berulang tetapi dengan arah yang berlawanan.

Kaum borjuis pada akhirnya akan menjadi agresor dan pemberontak, yang menginginkan kembalinya struktur yang sebelumnya mempertahankan dominasinya.

Asumsi Teori Konflik

Teori konflik saat ini memiliki empat asumsi utama yang berguna untuk dipahami: persaingan, revolusi, ketimpangan struktural, dan perang.

Kompetisi

Ahli teori konflik percaya bahwa persaingan adalah konstan dan, kadang-kadang, faktor yang luar biasa di hampir setiap hubungan dan interaksi manusia. Persaingan terjadi sebagai akibat dari kelangkaan sumber daya, termasuk sumber daya material—uang, properti, komoditas, dan banyak lagi.

Di luar sumber daya material, individu dan kelompok dalam masyarakat bersaing untuk sumber daya tidak berwujud juga. Ini dapat mencakup waktu senggang, dominasi, status sosial, pasangan seksual, dll.

Ahli teori konflik berasumsi bahwa persaingan adalah default (bukan kerja sama).

Revolusi

Mengingat asumsi teori konflik bahwa konflik terjadi antara kelas sosial, salah satu hasil dari konflik ini adalah peristiwa revolusioner. Idenya adalah bahwa perubahan dalam dinamika kekuatan antar kelompok tidak terjadi sebagai hasil adaptasi bertahap.

Sebaliknya, itu muncul sebagai gejala konflik antara kelompok-kelompok ini. Dengan cara ini, perubahan pada dinamika kekuatan seringkali tiba-tiba dan berskala besar, bukannya bertahap dan evolusioner.

Ketimpangan struktural

Asumsi penting dari teori konflik adalah bahwa hubungan manusia dan struktur sosial semuanya mengalami ketidaksetaraan kekuasaan. Dengan cara ini, beberapa individu dan kelompok secara inheren mengembangkan lebih banyak kekuatan dan penghargaan daripada yang lain.

Setelah itu, individu dan kelompok yang mendapat manfaat dari struktur masyarakat tertentu cenderung bekerja untuk mempertahankan struktur tersebut sebagai cara untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuasaan mereka.

Perang

Ahli teori konflik cenderung melihat perang sebagai pemersatu atau sebagai “pembersih” masyarakat. Dalam teori konflik, perang adalah hasil dari konflik kumulatif dan berkembang antara individu dan kelompok dan antara seluruh masyarakat.

Dalam konteks perang, suatu masyarakat dapat menjadi satu dalam beberapa hal, tetapi konflik masih tetap ada di antara banyak masyarakat. Di sisi lain, perang juga dapat mengakibatkan akhir keseluruhan masyarakat.

Pertimbangan Khusus

Marx memandang kapitalisme sebagai bagian dari perkembangan sejarah sistem ekonomi. Dia percaya kapitalisme berakar pada komoditas, atau barang yang dibeli dan dijual.

Misalnya, dia percaya bahwa tenaga kerja adalah sejenis komoditas. Karena buruh memiliki sedikit kendali atau kekuasaan dalam sistem ekonomi (karena mereka tidak memiliki pabrik atau bahan), nilainya dapat terdevaluasi dari waktu ke waktu.

Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara pemilik usaha dan pekerjanya, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik sosial. Dia percaya masalah ini pada akhirnya akan diperbaiki melalui revolusi sosial dan ekonomi.

Adaptasi dari teori konflik Marx

Max Weber, seorang sosiolog, filsuf, ahli hukum, dan ekonom politik Jerman, mengadopsi banyak aspek teori konflik Marx dan kemudian menyempurnakan beberapa gagasan Marx. Weber percaya bahwa konflik atas properti tidak terbatas pada satu skenario tertentu.

Sebaliknya, dia percaya bahwa ada banyak lapisan konflik yang ada pada saat tertentu dan di setiap masyarakat. Sedangkan Marx membingkai pandangannya tentang konflik sebagai salah satu antara pemilik dan pekerja, Weber juga menambahkan komponen emosional pada gagasannya tentang konflik.

Weber berkata: “Inilah yang mendasari kekuatan agama dan menjadikannya sekutu penting negara; yang mengubah kelas menjadi kelompok status, dan melakukan hal yang sama terhadap komunitas teritorial dalam keadaan tertentu… dan yang menjadikan ‘legitimasi’ sebagai fokus penting untuk upaya dominasi.”

Keyakinan Weber tentang konflik melampaui Marx karena mereka menyarankan bahwa beberapa bentuk interaksi sosial, termasuk konflik, menghasilkan kepercayaan dan solidaritas antara individu dan kelompok dalam masyarakat.

Dengan cara ini, reaksi individu terhadap ketidaksetaraan mungkin berbeda tergantung pada kelompok yang diasosiasikan dengan mereka; apakah mereka menganggap mereka yang berkuasa itu sah; dan seterusnya. Ahli teori konflik pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 terus memperluas teori konflik di luar kelas ekonomi ketat yang dikemukakan oleh Marx, meskipun hubungan ekonomi tetap menjadi fitur inti dari ketidaksetaraan antar kelompok di berbagai cabang teori konflik.

Teori konflik sangat berpengaruh dalam teori modern dan postmodern tentang ketidaksetaraan seksual dan rasial, studi perdamaian dan konflik, dan banyak jenis studi identitas yang muncul di dunia akademisi Barat dalam beberapa dekade terakhir.

Contoh Teori Konflik

Ahli teori konflik memandang hubungan antara pemilik kompleks perumahan dan penyewa sebagian besar didasarkan pada konflik daripada keseimbangan atau harmoni, meskipun mungkin ada lebih banyak harmoni daripada konflik. Mereka percaya bahwa mereka ditentukan dengan mendapatkan sumber daya apa pun yang mereka dapat dari satu sama lain.

Dalam contoh di atas, beberapa sumber daya terbatas yang dapat menyebabkan konflik antara penyewa dan pemilik kompleks meliputi ruang yang terbatas di dalam kompleks, jumlah unit yang terbatas, uang yang dibayarkan penyewa kepada pemilik kompleks untuk disewakan, dan sebagainya.. Pada akhirnya, ahli teori konflik melihat dinamika ini sebagai salah satu konflik atas sumber daya ini.

Pemilik kompleks, betapapun ramahnya, pada dasarnya berfokus untuk mengisi unit apartemen sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menghasilkan uang sewa sebanyak mungkin, terutama jika tagihan seperti hipotek dan utilitas harus ditanggung. Hal ini dapat menimbulkan konflik antara kompleks perumahan, antara pelamar penyewa yang ingin pindah ke apartemen, dan sebagainya.

Di sisi lain konflik, penyewa sendiri mencari apartemen terbaik dengan jumlah uang sewa yang paling sedikit. Krisis keuangan tahun 2008 dan bailout bank berikutnya adalah contoh yang baik dari teori konflik kehidupan nyata, menurut penulis Alan Sears dan James Cairns dalam buku mereka A Good Book, in Theory .

Mereka memandang krisis keuangan sebagai hasil yang tak terhindarkan dari ketidaksetaraan dan ketidakstabilan sistem ekonomi global, yang memungkinkan bank dan institusi terbesar menghindari pengawasan pemerintah dan mengambil risiko besar yang hanya menguntungkan segelintir orang. Sears dan Cairns mencatat bahwa bank besar dan bisnis besar kemudian menerima dana talangan dari pemerintah yang sama yang mengklaim tidak memiliki cukup dana untuk program sosial berskala besar seperti perawatan kesehatan universal.

Dikotomi ini mendukung asumsi mendasar dari teori konflik, yaitu bahwa institusi politik arus utama dan praktik budaya berpihak pada kelompok dan individu yang dominan. Contoh ini mengilustrasikan bahwa konflik dapat melekat dalam semua jenis hubungan, termasuk yang tidak muncul di permukaan sebagai antagonis.

Ini juga menunjukkan bahwa bahkan skenario langsung dapat menyebabkan konflik berlapis.

Pengertian Teori Konflik?

Teori konflik adalah teori sosiopolitik yang berasal dari Karl Marx. Ini berusaha menjelaskan peristiwa politik dan ekonomi dalam kaitannya dengan perjuangan berkelanjutan atas sumber daya yang terbatas.

Dalam perjuangan ini, Marx menekankan hubungan antagonistik antara kelas-kelas sosial, khususnya hubungan antara pemilik modal—yang disebut Marx sebagai “borjuasi”—dan kelas pekerja, yang dia sebut sebagai “proletariat”. Teori konflik memiliki pengaruh besar pada pemikiran abad ke-19 dan ke-20 dan terus memengaruhi perdebatan politik hingga hari ini.

Apa Beberapa Kritik Umum terhadap Teori Konflik?

Salah satu kritik umum terhadap teori konflik adalah bahwa ia gagal menangkap cara interaksi ekonomi dapat saling menguntungkan kelas-kelas berbeda yang terlibat. Misalnya, teori konflik menggambarkan hubungan antara majikan dan karyawan sebagai salah satu konflik, di mana majikan ingin membayar sesedikit mungkin untuk tenaga kerja karyawan, sedangkan karyawan ingin memaksimalkan upah mereka.

Namun dalam praktiknya, hubungan antara pekerja dan pemberi kerja seringkali harmonis. Selain itu, lembaga seperti program pensiun dan kompensasi berbasis saham dapat semakin mengaburkan batas antara pekerja dan perusahaan dengan memberi pekerja tambahan saham dalam keberhasilan pemberi kerja mereka.

Siapa yang Dikreditkan Dengan Penemu Teori Konflik?

Teori konflik dikaitkan dengan Karl Marx, seorang filsuf politik abad ke-19 yang memimpin perkembangan komunisme sebagai aliran pemikiran di bidang ekonomi. Dua karya Karl Marx yang paling terkenal adalah Manifesto Komunis , yang diterbitkannya pada tahun 1848; dan Das Kapital , diterbitkan pada tahun 1867.

Meskipun ia hidup pada abad ke-19, Marx memiliki pengaruh besar pada politik dan ekonomi pada abad ke-20 dan secara umum dianggap sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh dan kontroversial dalam sejarah.