Produksi dalam Ekonomi Komando: Pemerintah Mengontrol Produksi dalam Ekonomi Komando,Bagaimana Ekonomi Komando Mengontrol Surplus Produksi dan Tingkat Pengangguran?

Ekonomi komando adalah sistem ekonomi di mana pemerintah, atau perencana pusat, menentukan barang dan jasa apa yang harus diproduksi, penawaran yang harus diproduksi, dan harga barang dan jasa. Beberapa contoh negara yang memiliki ekonomi komando adalah Kuba, Korea Utara, dan bekas Uni Soviet.

Ringkasan:

  • Ekonomi komando adalah ekonomi di mana produksi dan pekerjaan sebagian besar ditentukan oleh otoritas pusat, seperti pemerintah nasional.
  • Sering dikaitkan dengan rezim komunis, ekonomi komando berfokus pada tujuan ekonomi makro sementara kebebasan ekonomi individu seringkali terbatas.
  • Terlepas dari keanggunan teoretis di atas kertas, ekonomi komando seringkali gagal dalam kenyataan.

Pemerintah Mengontrol Produksi dalam Ekonomi Komando

Dalam ekonomi komando, pemerintah (atau otoritas pusat lainnya) mengontrol dan mengarahkan aspek utama produksi ekonomi. Pemerintah memutuskan alat produksi dan memiliki industri yang memproduksi barang dan jasa untuk umum.

Pemerintah menetapkan harga dan memproduksi barang dan jasa yang menurutnya menguntungkan rakyat. Suatu negara yang memiliki ekonomi komando berfokus pada tujuan ekonomi makro dan pertimbangan politik untuk menentukan barang dan jasa apa yang diproduksi negara tersebut dan berapa banyak yang akan diproduksi.

Ini umumnya memiliki tujuan makroekonomi yang ingin dipenuhi oleh pemerintah, dan akan menghasilkan barang dan jasa untuk melakukannya. Pemerintah mengalokasikan sumber dayanya berdasarkan tujuan dan pertimbangan tersebut.

Sebagai contoh, misalkan negara komunis dengan sistem ekonomi komando memiliki tujuan ekonomi makro yaitu memproduksi barang-barang militer untuk melindungi warganya. Negara ini takut akan berperang dengan negara lain dalam waktu satu tahun.

Pemerintah memutuskan harus memproduksi lebih banyak senjata, tank, dan misil serta melatih militernya. Dalam hal ini, pemerintah akan memproduksi lebih banyak barang militer dan mengalokasikan sebagian besar sumber dayanya untuk melakukan ini.

Ini akan menurunkan produksi dan pasokan barang dan jasa yang dirasa tidak dibutuhkan oleh masyarakat umum. Namun, penduduk akan tetap memiliki akses terhadap kebutuhan dasar.

Di negara ini, pemerintah merasa barang dan jasa militer efisien secara sosial.

Bagaimana Ekonomi Komando Mengontrol Surplus Produksi dan Tingkat Pengangguran?

Secara historis, ekonomi komando tidak memiliki kelebihan produksi; sebaliknya kekurangan kronis seringkali menjadi norma. Sejak zaman Adam Smith, para ekonom dan tokoh masyarakat telah memperdebatkan masalah kelebihan produksi (dan konsumsi rendah, akibatnya).

Isu-isu ini sebagian besar diselesaikan oleh ekonom abad ke-19 Jean-Baptiste Say, yang menunjukkan bahwa produksi berlebih secara umum tidak mungkin terjadi ketika mekanisme harga ada. Untuk melihat prinsip hukum Say dengan jelas, bayangkan sebuah ekonomi dengan barang-barang berikut: kelapa, celana kodok, dan ikan.

Tiba-tiba, pasokan ikan tiga kali lipat. Ini tidak berarti bahwa ekonomi akan kewalahan dengan barang, pekerja akan menjadi sangat miskin, atau produksi akan berhenti menguntungkan.

Sebaliknya, daya beli ikan (relatif terhadap jumpsuits dan kelapa) akan turun. Harga ikan jatuh; beberapa sumber tenaga kerja dapat dibebaskan dan beralih ke produksi terusan dan kelapa.

Standar hidup secara keseluruhan akan meningkat, meskipun alokasi sumber daya tenaga kerja terlihat berbeda. Ekonomi komando juga tidak harus berurusan dengan pengangguran, karena partisipasi tenaga kerja dipaksa oleh negara; pekerja tidak memiliki pilihan untuk tidak bekerja.

Dimungkinkan untuk memberantas pengangguran dengan memberikan sekop kepada setiap orang dan menginstruksikan mereka (di bawah ancaman penjara) untuk menggali lubang. Jelas bahwa pengangguran (per se) bukanlah masalahnya; tenaga kerja harus produktif, yang mengharuskannya dapat dengan bebas bergerak ke tempat yang paling berguna.

Apa yang Membuat Ekonomi Komando Gagal?

Ekonomi komando banyak disalahkan atas keruntuhan ekonomi Uni Soviet dan kondisi saat ini di Korea Utara. Pelajaran yang diambil dari paruh kedua abad ke-20 tampaknya adalah bahwa kapitalisme dan pasar bebas jelas lebih produktif daripada sosialisme dan ekonomi komando yang lebih parah.

Tiga penjelasan luas untuk kegagalan tersebut diberikan: komunisme gagal mengubah sifat dorongan dan persaingan manusia; proses pemerintahan politik keputusan komando yang rusak dan rusak; dan perhitungan ekonomi telah terbukti tidak mungkin dilakukan di negara sosialis.

Penjelasan 1: Insentif Manusia

Pemikir revolusioner Soviet Vladimir Lenin pertama kali mencoba menerapkan struktur ekonomi yang tidak memiliki persaingan dan keuntungan pada tahun 1917. Pada tahun 1921, Lenin terpaksa mengadopsi Rencana Ekonomi Baru untuk memasukkan beberapa bentuk motivasi untuk produksi positif.

Ekonom politik di ekonomi Barat sering berargumen bahwa motivasi semacam itu masih diarahkan secara tidak benar. Alih-alih memuaskan pelanggan, perhatian produsen sosialis adalah memuaskan pejabat politik berpangkat lebih tinggi.

Ini mengecilkan risiko dan inovasi.

Penjelasan 2: Kepentingan Politik

Menanggapi kekhawatiran tentang gaji dan keuntungan eksekutif yang tinggi, ekonom Milton Friedman membalas pemikiran regulasi dengan menanyakan, “Benarkah bahwa kepentingan pribadi politik lebih mulia daripada kepentingan pribadi ekonomi?”

Argumen ini menyatakan bahwa kekuasaan yang terkonsentrasi di ranah politik cenderung mengalir ke tangan yang salah. Kaum Leninis dan Trotskis mengeluh bahwa ekonomi komando Stalinis gagal karena korupsi politik, bukan cacat yang melekat pada sistem ekonomi.

Penjelasan 3: Masalah Perhitungan Sosialis

Pada tahun 1920, ekonom Austria Ludwig von Mises, dalam sebuah artikel berjudul “Perhitungan Ekonomi di Persemakmuran Sosialis”, berpendapat bahwa tanpa pasar bebas, tidak ada mekanisme harga yang tepat yang dapat terbentuk; tanpa mekanisme harga, perhitungan ekonomi yang akurat tidak mungkin dilakukan. Ekonom sosialis terkenal Oskar Lange kemudian mengakui bahwa “tantangan kuat” Mises yang memaksa kaum sosialis untuk mencoba membangun sistem akuntansi ekonomi.

Namun, setelah puluhan tahun mencoba meniru mekanisme harga di pasar bebas, Uni Soviet tetap runtuh. Mises menjawab, dengan alasan bahwa upaya seperti itu pasti gagal karena tidak ada pemerintah monopolistik yang dapat secara wajar “bersaing sempurna dengan dirinya sendiri”, begitulah cara harga muncul.

Kesimpulan

Ekonomi komando, seperti sistem ekonomi komunis, melibatkan perencana pusat (seperti pemerintah federal) yang menentukan apa yang diproduksi, berapa banyak yang dibuat, dan siapa yang memproduksinya. Jenis sistem ini sebagian besar telah dikritik karena tidak dapat dipertahankan, dan contoh dunia nyata seperti Uni Soviet dan Venezuela tampaknya telah mengakibatkan kegagalan.

Meskipun ada beberapa alasan yang diajukan untuk kegagalan mereka, visi utopia sosialis tetap menjadi tujuan kelompok individu tertentu dan organisasi berhaluan kiri. Mungkin suatu hari nanti, dengan kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan, akan ada perencana pusat AI yang melihat segalanya dan mengetahui segalanya yang memiliki kapasitas untuk meningkatkan kesejahteraan semua.